Selasa, 04 Januari 2011

Bertramg,Katzung.1997.Farmakologi Dasar dan Klinik Ed 6.Jakarta : EGC
Judith, Deglin.2004. Pedoman Obat untuk Perawat.Jakarta : EGC
http://id.wikipedia.org/wiki/Anestesi

Minggu, 12 Desember 2010

ANESTESIA

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846
Anastesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu:
1.Anestetika umum yaitu rasa sakit hilang disertai dengan kehilangan kesadaran
2.Anestetika lokal yaitu menghilangkan rasa sakit tanpa disertai kehilangan rasa kesadaran
Anestetika umum adalah obat yang dapat menimbulkan anestesia atau narkosa yakni suatu keadaan depresi umum yang bersifar revesible dari berbagai pusat di SSP, dimana seluruh perasaan dan kesadaraan ditiadakan sehingga agak mirip keadaan pingsan
Anestestetika digunakan pada  pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan, merintangi rangsangan nyeri (anelgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan, serta menimbulkan pelemasan otot atau relaksasi. Anestetika umum yang kini tersedia tidak dapat memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, maka pada anestesia untuk pembedahan umumnya digunakan kombinasi hipnotika, analgetika, dan relaksansia otot.
Taraf-taraf narkosa
Anestetika umum dapat menekan SSP secara bertingkat dan berturut turut menghentikan aktifitas bagiannya. Ada 4 taraf narkosa yakni :
a.       Analgesia
Kesadaran berkurang, rasa nyeri hilang dan terjadi euforia (rasa nyaman ) yang disertai impian yang mirip halusinasi. Eter dan nitrogenmonoksida memberikan analgesia baik pada taraf ini.
b.      Eksitasi
Kesadaran hilang dan timbul kegelisahan halotan dan tiopental memberikan analgesia baik pada taraf ini
c.       Anastesia
Pernafasan menjadi dangkal, cepat dan teratur, seperti keadaan tidur (pernafasan perut), gerakan mata dan refleks mata hilang sedangkan otot menjadi lemas.
d.      Kelumpuhan sumsum tulang
Kegiatan jantung dan pernafasan berhenti, taraf ini sedapat mungkin dihindarkan
Premedikasi dan posmedikasi
Kriteria analgetika yang baik adalah antara lain yang mulai bekerjanya cepat, tanpa efek samping, seperti kegelisahan dan tidak merangsang mukosa. Begitu pula pemulihannya harus cepat tanpa efek sisa seperti pernafasan kacau, mual, dan muntah, juga tidak boleh meningkatkan pendarahan kapiler selama pembedahan
Karena tidak dikenal obat yang memiliki semua sifat ini, biasanya anastetikum dikombinasi dengan obat obat pembantu yang diberikan kepada pasien sebagai premedikasi lebih kurang satu jam sebelum induksi dimulai
Premedikasi dilakukan dengan maksud
a.       Meniadakan kegelisahan
b.      Menghentikan sekresi ludah dan dahak
c.       Memperkuat efek anastetik
d.      Memperkuat relaksasi
Post medikasi diberikan untuk menghilangkan efek samping seperti perasaan gelisah dan mual.
Penggolongan berdasarkan cara penggunaannya, anastetika dibagi menjadi 2 kelompok, yakni :
1.      Anastetika inhalasi
Obat obat ini diberikan sebagai uap melalui saluran pernafasan. Keuntungannya adalah reasorbsi yang cepat melalui paru-paru seperti ekskresinya melalui gelumbung paru (alveoli) dan biasanya dalam keadaan utuh. Pemberiannya mudah dipantau dan bila perlu setiap waktu dapat dihentikan. Obat ini terutama digunakan untuk memelihara anastesi
Contoh : eter, kloroform, triklorotolen, halotan, efluran.
2.      Anastetika intravena
Obat ini juga dapat diberikan dalam sediaan suppositoria secara rektal tetapi reasorbsinya secara teratur. Obat obat ini terutama digunakan untuk mendahului (induksi anastesi total), atau memeliharanya atau juga sebagai anastesi pada pembedahan singkat
Mekanisme kerja sebagai anastetika inhalasi digunakan gas dan cairan terbang yang masing masing berbeda dalam kecepatan induksi, reaksi, sifat melemaskan otot, maupun menghilangkan rasa sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang secepat cepatnya obat ini pada permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi, yang kemudian diturunkan sampai hanya memelihara keseimbangan antara pemberian dan pengeluaran(ekshalasi). Keuntungan anastetika inhalasi dibandingkan inhalasi intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman anastesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas atau uap yang di inhalasi
Kebanyakan anastetika umum tidak di metabolisasikan oleh tubuh, karena tidak bereaksi secara kimiawi dengan zat zat lain.
Efek samping
Hampir semua anastetika inhalasi mengakibatkan sejumlah efek samping dan yang terpenting adalah :
1.      Menekan pernafasan
2.      Menekan sistem kardiovaskuler
3.      Merusak hati dan ginjal
4.      Oliguri
5.      Menekan sistem regulasi suhu
Teknik pemberian obat-obat inhalasi
a.       Sistem terbuka
Diteteskan tetes demi tetes ke sehelai kain kasa di bawah suatu cup yang menutupi mulut dan hidung pasien. Ekshalasinya langsung keluar, sehingga banyak zat inhalasi ini terbuang. Disamping kurang ekonomis, gas yang diekshalasikan juga mengganggu lingkungan, antara lain dapat menyebabkan abortus pada perawat yang hamil yang bekerja di ruang bedah. Contoh : eter, kloroform, trikloretilen
b.      Sistem tertutup
Suatu mesin khusus menyalurkan campuran gas dan oksigen ke dalam cup, dimana sejumlah CO2 dari ekshalasi dimasukkan kembali. Fungsinya untuk kembali mengisi kebutuhan oksigen basal, sedangkan fungsi CO2 adalah untuk memperdalam pernafasan dan mencegah timbulnya henti pernafasan. Contoh : siklopropan dan halotan  
c.       Insuflasi
Gas atau uap ditiupkan ke dalam mulut, tenggorokan atau trakea dengan perantara suatu mesin. Cara ini berguna pada pembedahan yang tidak menggunakan cup misalnya pada pembedahan tonsillectomia (pengeluaran amandel).
Contoh-contoh obat anastesi
1.      Eter : diethylether
Cairan dengan bau khas yang sangat mudah menguap dan menyala, juga eksplosif. Khasiat analgesia dan anastetiknya kuat dengan relaksasi otot baik. Eter digunakan dalam berbagai jenis pembedahan, terutama jika diperlukan relaksasi otot. Sebagian eter yang diinhalasi dikeluarkan melalui paru paru dan sebagian kecil dimetabilisasikan di hati. Batas keamanannya (indeks terapi) lebar. Eter mudah melewati plasenta
Efek sampingnya adalah merangsang mukosa saluran pernafasan sehingga perlu diberi premedikasi morfin-atrofin 10-0,25 mg. Berhubung kelarutannya baik dalam darah induksinya berjala dengan lambat dan sering kali disertai ketegangan. Efek samping lain yakni meningkatnya sekresi ludah dan sekret broncus, sedangkan pengeluaran urin berkurang. Biasanya digunakan campuran 6-7 % dengan udara melalui sistem terbuka atau tertutup.
2.      Trikloretilen : trilene
Cairan dengan bau dan rasa seperti kloroform, tidak berwarna (tapi biasanya berwarna biru muda karena diberi zat warna guna identifikasi), juga tidak dapat menyala dan eksplosif. Khasiat anastesinya lemah dan lebih ringan dari kloroform tetapi kerjanya lebih lambat, sifat analgetisnya lebih kuat dan toksisitasnya lebih ringan. Sekarang obat ini tak banyak digunakan lagi kecuali sebagai anastetikum bantuan pada pembedahan singkat pada kedokteran gigi dan kebidanan. Lazimnya di kombinasi dengan gas tertawa dan oksigen dengan sistem terbuka karena dengan CO2 bereaksi menjadi posgen yang sangat beracun. Setelah siuman sering kali terjadi mual, muntah, sakit kepala dan pikiran kacau
3.      Nitrogenoksida : gas tertawa
Adalah gas tak berwarna dengan bau khas. Rasanya kemanis manisan. Tidak dapat merangsang dan tidak dapat menyala. Induksinya cepat setelah melewati taraf eksitasi sedikit pula pemenuhannya. Khasiat analgetiknya kuat tapi khasiat anastetiknya lemah dan tidak memiliki sifat merelaksasi otot, maka hanya kadang kadang digunakan untuk anastesi singkat dalam obstretri dan ilmu kedokteran gigi dan juga sebagai anastetikum lanjutan setelah induksi dengan anastetikum injeksi
Reasorbsinya setelah inhalasi cepat dan sebagian besar diekskresikan dengan cepat pula dalam keadaan utuh melalui paru-paru. Obat ini digunakan sebagai campuran dengan 30 % oksigen
Efek sampingnya yang terpenting adalah timbulnya hipoksia dan setelah penggunaan lama dapat timbul anemia megaloblastik sebagai akibat oksidasi dari atom kobal dan vitamin B12. Dibandingkan dengan anastetika lainnya, obat ini bekerja jauh lebih kurang depresif terhadap pernafasan terhadap sisitem kardiovaskuler,disamping tidak mempengaruhi SSP. Paska bedah timbul mual dan muntah pada ca15% dari pasien. Basisnya trakea 50-66 v% besama oksigen
4.      Halotan : fluothane
Cairan dengan sifat sifat fisika seperti kloroform lebih kurang sama berat jenis, bau, dan rasanya, juga tidak dapat menyala dan tidak eksplosif. Khasiat anastetisnya sangat kuat(2 kali kloroform dan 4 kali eter), tetapi khasiat analgetisnya rendah dan daya relaksasi ototnya ringan. Sebaiknya halotan digunakan dalam dosis rendah dan dikombinasikan dengan suatu relaksans otot seperti galamin atau suksametonium. Larutannya dalam darah relatif rendah maka induksinya lambat, mudah digunakan, dan tidak merangsang mukosa saluran pernafasan, bersifat menekan reflek dari faring dan laring, melebarkan brocioli, dan mengurangi sekresi muda dan sekresi bronci. Pemulihannya lancar, sehingga dapat digunakan sebagai anastetikum pokok atau anastetikum pembantu pada narkosa dengan obat obat berdaya kerja lemah seperti nitrogenoksida. Halotan digunakan dengan sistem tertutup dengan kadar 1,5-3% bercampur dengan oksigen.
Farmakokinetiknya sebian dimetabolisasikan ke dalam hati menjadi bromida dan klorida anorganik serta trifluoracetic acid. Eksresinya dalam keadaan utuh melalui paru paru 60-80%, rata rata 24 jam setelah pemberian.
Efek sampingnya yang penting adalah menekan pernafasan dan kegiatan jantung (aritmia) juga hipotensi. Seperti senyawa klor lainnya, halotan membuat jantung lebih peka terhadap adrenalin dan toksik bagi hati berdasarkan suatu reaksi hipersensitasi pada penggunaan berulang dapat menyebabkan kerusakan hati.
Dosisnya traceal 0,5-3 v%
5.      Enfluran : Enthrane, Alyrane
Merupakan anastetikum inhalasi yang kuat yang digunakan pada segala jenis pembedahan dan juga sebagai analgetikum pada persalinan. Senyawa ini memiliki daya relaksasi otot dan analgetik yang baik, disamping menidurkan. Dibanding dengan halotan, zat ini tidak begitu menekan SSP
Reasorbsinya setelah inhalasi cepat dengan waktu induksi 2-3 menit. Sebagian besar (80-90%) diekskresikan melalui paru-paru dalam keadaan utuh dan hanya 2,5-10 % diubah menjadi ion fluorida bebas, disamping metabolis organis
Efek sampingnya berupa hipotensi, menekan pernafasan, aritmi, dan merangsang SSP. Paka beda dapat timbul hipotermi (menggigil) serta mual dan muntah. Berdasarkan daya kerjanya yang melemaskan otot uterus, zat ini  dapat meningkatkan pendarahan pada saat persalinan dan abortus
Isofluran : forane, aerrane
Isofluran bauannya tidak enak dan juga merupakan anastetikum inhalasi kuat dengan sifat analgetis dan relaksasi otot baik. Kebanyakan digunakan dalam kombinasi dengan anastetika intravena untuk menginduksi anastesi. Daya kerja dan penekanannya dengan SSP sama dengan influran. Tidak menyala dan tidak eksplosif. Walaupun molekulnya mengandung 5 atom fluor, kadar florida dalam ginjal sangat rendah sehingga tidak menimbulkan gangguan terhadap fungsi ginjal.
Efek sampingnya berupa hipotensi, aritni, menggigil, konstriksi bronci, dan meningkatkan jumlah leukosit. Pasca bedah dapat timbul mual, muntah, dan keadaan tegang pada lebih kurang 10%pasien
Dosisnya trakeal 0,5-3 v% dalam oksigen atau bersama oksigen dan nitrogenoksida
6.      Profol : diprivan
Digunakan untuk induksi dan pemeliharaan anastesi umum. Setelah injeksi intravena, introvol dengan cepat disalurkan ke otak, jantung, hati, dan ginjal yang kemudian disusul dengan redistribusi yang sangat cepat ke otot, kulit, tulang, dan lemak. Redistribusi ini menyebabkan kadar dalam otak menurun dengan cepat. Di hati, propofol dirombak menjadi metabolit metabolit yang diekskresikan melalui urin.
Efek sampinnya agak serius antara lain : sesak nafas, dan depresi sistem kardiovaskuler (hipotensi, bradikardi), eksitasi ringan dan tromboflebitis. Setelah siuman timbul mual, muntah dan nyeri kepala
Dosis intravena perinfus 2-12 mg/kg berat badan
7.      Ketamin : ketalar
Digunakan pada pembedahan singkat yang menimbulkan perasaan sakit, dan untuk induksi anastesi. Metabolismenya melalui konjugasi di hati dan diekskresikan melalui kemih. Metabolitnya memiliki daya kerja analgetis (waktu paruh 2 jam) yang berlangsung lebih lama daripada efek hipnotisnya. Ketamin menimbulkan analgesi yang dalam, pada saat pasien “tertutup” bagi rangsangan yang mencapai otak dan bersumber dari kaki tangan. Tidak efektif pada nyeri perut dan dada (toraks)
Efek sampingnya berupa hipertensi, kejang kejang, sekresi ludah, peningkatan tekanan intrakranial dan intraokuler, juga meng urangi prestasi kegiatn jantung dan paru. Gangguan psikis (halusinasi) dapat timbul pada periode pemulihan.
Dosis intramuskuler 10 mg/kg, intravena 2 mg/berat badan
8.      Tiopental : thiopentone, penthiobarbital, pentothal
Digunakan sebagai anastetikum injeksi, efeknya baik tapi sangat singkat yaitu 5 menit mulai kerjanya cepat (tanpa taraf eksitasi), begitu pula pemulihannya, tetapi tidak efek analgetis dan relaksasi ototnya tidak cukup kuat. Oleh karena itu hanya digunakan pada pembedahan kecil (antara lain di mulut ) atau sebagai anastetikum pokok bersamaan dengan suatu anastetikum lanjutan dan suatu zat relaksans otot
Farmakinetiknya terikat pada protein plasma sebanyak 80%. Di dalam hati zat ini dirombak menjadi 3-5 % pentobarbital dan sisanya menjadi metabolit tidak aktif yang diekskresikan melalui kemih. Kadarnya dalam jaringan lemak adalah 6-12 kali lebih besar daripada kadar dalam plasma
Efek samping terpenting adalah depresi pernafasan, terutama pada injeksi terlampau cepat dan dosis berlebihan. Zat ini tidak dapat digunakan pada insufisiensi sirkulasi, jantung, hipertensi. Tiopentol juga menyebabkan sering menguap, batuk, dan kejang pada laring pada taraf awal anastesi. Hipotensi juga dapat timbul pada pasien tertentu. Zat ini menembus plasenta juga masuk ke dalam ASI
Dosis intravena 100-150mg larutan 2,5-5% (berlahan-lahan), rektal 40 mg/kg maksimal 2 gram